Aswaja Sebagai Manhaj Al-Fikr
PMII Memandang Bahwa Ahlussunnah wal-Jama’ah adalah orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan dengan berlandaskan atas dasar moderasi, menjaga keseimbangan dan toleran. Aswaja bukan sebuah madzhab melainkan sebuah metode dan prinsip berfikir dalam menghadapi perso’alan-perso’alan agama sekaligus urusan sosial-kemasyarakatan; inilah makna aswaja sebagai Manhaj Al-Fikr.Sebagai Manhaj Al-Fikr, PMII Berpagang pada prinsip-prinsip tawasuth (Moderat), Tawazun (netral), ta’adul (keseimbangan), dan Tasamuh (toleran). Moderat tercermin dalam pengambilan hokum (intinbath) yaitu memperhatikan posisi akal disamping memperhatikan nash. Aswaja member titik porsi yang seimbang antara rujukan nash (Al-Qur’an dan Al-Hadits) dengan penggunaan akal. Prinsip ini merujuk pada debat awal-awal masehi antara golongan yang sangat menekankan akal (mu’tazilah) dan golongan fatalis.
Sikap netral (tawazun) berkaitan sikap dalam politik. Aswaja memandang kehidupan sosial-politik atau kepemerinatahan dari criteria dan pra-syarat yang dapat dipenuhi oleh sebuah rezim. Oleh sebab itu, dalam sikap tawazu, pandangan Aswaja tidak terkotak dalam pandangan mendukung atau menolak sebuah rezim. Dengan Aswaja, PMII tidak membenarkan kelompok ekstrim yang hendak merongrong kewibawaan sebuah pemerintahan yang disepakati bersama, namun tidak juga berarti mendukung sebuah pemerintahan. Apa yang dikandung dalam sikap tawajun tersebut adalah memperhatikan bagaimana keterpenuhan kaidah dalam perjalaan system kehidupan sosial-politik.
Keseimbangan (ta’adul) dan toleran (tasamuh) terefleksikan dalam kehidupan sosial, cara bergaul dalam kondisi sosisl budaya mereka. Keseimbangan atau toleransi mengacu pada cara bergaul PMII sebagai muslim dan golongan muslim atau pemeluk agama yang lain. Realitas masyarakat Indonesia yang plural, dalam budaya, entis, ideologi polotok dan Agama, PMII pandang bukan semata-mata realitas sosiologis, melainkan juga realitas teologis. Artinya bahwa Allah SWT memang dengan sengaja menciptakan manusian berbeda-beda dalam berbagai sisinya. Oleh sebab itu, tidak ada pilihan sikap yang lebih tepat kecuali ta’adul dan tasamuh.
Prinsip Aswaja sebagai Manhaj
1. Aqidah
Dalam bidang aqidah, pilar-pilar yang menjadi penyangga aqidah Ahlussunnah wal-Jama’ah diantaranya yang pertama adalah aqidah Uluhiyah (ketuhanan), berkait dengan ikhwal eksistensi Allah SWT.Pada tiga abad pertama Hijriyah, terjadi banyak perdebatan mengenai eksistensi sifat dan asma Allah SWT. Dimana terjadi diskursus terkait masalah apakah Asma Allah tergolong dzat atau bukan. Abu Hasan al-Asy’ari (w.324 H) Secara filosofis berpendapat bahwa nama (ism) bukanlah yang dinamai (musamma), sifat bukanlah yang disifati (mausuf), sifat bukanlah dzat, sifat-sifat Allah adalah nama-nama (Asma’)-Nya. Tetapi nama-nama itu bukanlah Allah bukan pula selainnya.
Aswaja menekankan bahwa pilar utama ke-imanan manusia adalah tauhid; sebuah keyakinan yang teguh dan murni yang ada dalam hati setiap Muslim bahwa Allah-lah yang menciptakan, memelihara dan mematikan kehidupan alam semesta. Ia Esa, tidak terbilang dan tidak memiliki sekutu.
Pilar yang kedua adalah Nubuwat, yaitu dengan meyakini bahwa Allah telah menurunkan wahyu kepada para nabi dan Rosul sebagai utusannya. Sebuah wahyu dijadikan sebagai petunjuk dan juga acuan ummat manusia dalam menjalani kehidupan menuju jalan kebahagiaan dunia dan akhirat, serta jalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Dalam doktri Nubuwat ini, ummat manusia harus meyakini dengan sepenuhnya bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah SW, yang membawa risalah (wahyu) untuk ummat manusia. Dia adalah Rosul terakhir, yang harus diikuti oleh setiap manusia.
Pilar yang ketiga adalah al-Ma’ad sebuah keyakinan bahwa adanya kehidupan akhirat dan segala hukum-hukumnya.
No comments:
Post a Comment